Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja

6 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja
Iklan

Perkembangan teknologi, khususnya media sosial, telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.

***

Wacana ini ditulis oleh Risa Ramadhani Panjaitan, Luthfiah Mawar M.K.M., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

 

Perkembangan teknologi, khususnya media sosial, telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern, terutama kalangan remaja. Pada tahun 2025, data mencatat sekitar 72,7 persen populasi remaja, setara dengan 207 juta orang, menggunakan ponsel setiap hari untuk mengakses berbagai platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Kelompok usia remaja merupakan demografi paling dominan yang aktif berinteraksi di ruang digital tersebut.

Media sosial memang menghadirkan berbagai dampak positif, seperti memperluas jaringan komunikasi, ruang ekspresi diri, dan sarana hiburan, namun tidak sedikit pula dampak negatif yang muncul, terutama terhadap kesehatan mental. Salah satu bentuk gangguan yang kerap dialami adalah depresi akibat cyber bullying, yang semakin marak terjadi di ruang virtual. Fenomena ini menunjukkan pentingnya kesadaran untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial agar tidak menjerumuskan individu ke dalam tekanan psikologis yang berlarut-larut.

Kehidupan sosial manusia pada hakikatnya menuntut interaksi, dan media sosial menawarkan ruang baru yang memungkinkan komunikasi berlangsung secara cepat dan lintas batas. Namun, ketika penggunaannya berlebihan, konsekuensinya justru dapat merugikan, khususnya bagi kesehatan mental remaja yang berada pada fase perkembangan emosional yang masih rentan. Tingkat kecemasan, stres, dan depresi terbukti meningkat akibat paparan komentar negatif, perundungan siber, dan tuntutan pencitraan diri yang berlebihan.

Meski demikian, tidak dapat disangkal bahwa media sosial juga memberi manfaat besar, antara lain mempermudah komunikasi, memberikan sarana bagi kreativitas, dan menumbuhkan kesadaran sosial di kalangan anak muda. Seperti dijelaskan Imelda Rahma (2021), komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang bisa dilakukan secara langsung maupun melalui perantara media. Kehadiran media sosial memberi ruang bagi remaja untuk mengekspresikan perasaan mereka, berbagi pengalaman sehari-hari dalam bentuk foto atau video, hingga menyampaikan opini melalui kolom komentar. Akan tetapi, kebebasan tersebut sering kali disalahgunakan dengan munculnya komentar buruk yang tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap psikologis penerima, sehingga berpotensi menimbulkan rasa cemas yang berlebihan.

Kesehatan mental memiliki posisi yang sangat penting bagi remaja, sebab dengan kondisi mental yang baik mereka mampu menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih tenang, menjaga kualitas hubungan sosial, dan mencapai kesejahteraan hidup yang lebih tinggi. Pengetahuan mengenai tanda-tanda gangguan mental menjadi krusial agar remaja dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dengan dukungan yang tepat. Lingkungan sosial, yang merupakan faktor eksternal, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan kondisi mental seseorang.

Lingkungan yang sehat akan mendukung terciptanya kesehatan mental yang baik, sementara lingkungan yang buruk justru melahirkan kerentanan terhadap gangguan psikologis. Media sosial, sebagai salah satu faktor eksternal yang kini melekat dalam kehidupan sehari-hari, telah terbukti membawa pengaruh signifikan terhadap kesehatan mental penggunanya.

Media sosial didefinisikan sebagai sarana digital yang memfasilitasi interaksi sosial secara virtual dengan pola komunikasi dua arah. Selain berfungsi sebagai medium personal, media sosial juga dimanfaatkan secara luas oleh perusahaan untuk pemasaran serta penyebaran informasi terkini. Dengan keterhubungan antara aplikasi berbasis web dan seluler, masyarakat dapat terhubung melalui platform seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, Telegram, Twitter, dan TikTok. Menurut data yang ditafsir Prambors, media sosial paling populer di Indonesia adalah WhatsApp dengan 92,1 persen pengguna, diikuti Instagram 86,5 persen, serta TikTok 70,8 persen. Tingginya angka penetrasi ini memperlihatkan betapa besar peran media sosial dalam kehidupan masyarakat, sekaligus menegaskan potensi dampak psikologis yang menyertainya.

Dampak positif media sosial antara lain mempermudah interaksi antarindividu, meningkatkan kreativitas, serta mendorong kesadaran sosial. Namun dampak negatif yang ditimbulkan juga tidak dapat diabaikan, mulai dari meningkatnya risiko gangguan mental, kasus cyber bullying, hingga berkurangnya privasi pribadi. Remaja sering kali tidak menyadari bahwa kebiasaan berlama-lama di media sosial dapat menimbulkan dampak jangka panjang.

Akses informasi yang begitu terbuka membuat privasi individu semakin rentan terekspos. Hal ini diperparah oleh kecenderungan remaja yang kurang menyadari ancaman psikologis dari kebiasaan tersebut. Pieper dan Uden (2006) menyatakan bahwa kesehatan mental adalah kondisi ketika seseorang tidak merasa terbebani oleh rasa bersalah yang berlebihan, mampu menerima kekurangan dirinya, sanggup menghadapi tantangan hidup, serta mencapai kebahagiaan dalam kehidupan sosialnya.

Sejumlah faktor turut memengaruhi kesehatan mental, antara lain trauma masa lalu, pengalaman kekerasan, rendahnya kemampuan bersosialisasi, harga diri yang rendah, hingga perlakuan diskriminatif dari lingkungan sekitar. Penggunaan media sosial yang tidak sehat dapat memperparah kondisi psikologis, terutama dengan munculnya gangguan emosi dan depresi.

Depresi, sebagaimana dijelaskan Lubis (2009), merupakan perubahan suasana hati yang berlangsung terus-menerus hingga menghilangkan minat seseorang dalam beraktivitas, ditandai dengan rasa kehilangan harapan, disforia, penurunan nafsu makan, dan gangguan tidur. Jika tidak segera ditangani dengan dukungan profesional, depresi dapat mendorong seseorang melakukan tindakan ekstrem, termasuk mengakhiri hidup. Kondisi ini dapat dialami oleh siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun lanjut usia, sehingga perhatian dan dukungan yang tepat menjadi hal yang tidak dapat ditunda.

Berbagai cara dapat ditempuh untuk mengurangi dampak negatif media sosial, di antaranya dengan memberikan edukasi mengenai penggunaan yang sehat, membatasi waktu layar, lebih banyak meluangkan waktu bersama keluarga atau teman, mengurangi kebiasaan scroll berlebihan, melakukan aktivitas fisik maupun hobi di dunia nyata, serta memilih konten yang positif sekaligus menghindari konten yang merusak.

Di era digital, di mana teknologi telah mengubah pola interaksi dan cara hidup manusia, penting bagi remaja untuk mampu menyeimbangkan penggunaan media sosial dengan kesadaran akan kesehatan mental. Teknologi memang menawarkan kemudahan, namun penggunaan yang tidak bijak dapat berakibat buruk. Oleh karena itu, generasi muda dituntut untuk lebih menghargai diri, mengakui kelebihan maupun kekurangan, serta menggunakan media sosial secara bijaksana agar terhindar dari dampak negatif yang dapat merusak kondisi psikis.

Hurlock (2003) menegaskan bahwa remaja merupakan fase transisi yang rapuh, di mana individu sudah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh ketergantungan, namun belum sepenuhnya mampu memikul tanggung jawab orang dewasa. Situasi ini menjadikan remaja sangat rentan terhadap tekanan sosial, sehingga pemahaman yang mendalam mengenai kesehatan mental dan penggunaan media sosial secara bijak merupakan bekal penting agar mereka mampu menjalani kehidupan yang sehat, produktif, dan bermakna.

 

Corresponding Author: Risa Ramadhani Panjaitan ([email protected])

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler